1. Prospek
perkembangan jamur shiitake
Jepang
merupakan produsen terbesar jamur shitake, walaupun jamur ini pertama kali
ditemukan di Cina. Perkembangan penanaman jamur shitake di Jepang meningkat
pesat sejak tahun 1975. Pada tahun 1983, Jepang dapat memproduksi jamur shitake
sebanyak 158.855 ribu ton (berat segar ekuivalen) bemilai $ 689.000.000 yang
dihasilkan oleh 167.000 petani.
Ditinjau
darijumlah produksi, penanaman jamur shitake di Jepang merupakan salah satu
cabang pendng dari pertanian. Pada tahun 1983 - 1984, hasil jamur kayu di
Jepang sebanyak 175 ribu ton dan sekitar 53% adalah jamur shitake kering
(12.025 ribu ton). Pada tahun tersebut, Jepang mengekspor 2,795 ribu ton jamur
shitake kering yang merupakan 23,2% dari jamur kering total yang diproduksinya.
Produksi jamur shitake Jepang merupakan 67,8% produksi jamur dunia.
Ukuran pertanian jamur di Jepang ditentukan olehjumlah pokok (balok) kayu yang ditanami jamur. Pada tahun 1983, sejumlah 160.000 petani jamur, sekitar 45 petani mempunyai tidak kurang dari 600 rak pokok kayu dan lebih dari 20 mempunyai antara 600 - 3.000 rak pokok kayu. Hanya sekitar 3,6 petani yang mempunyai 30.000 rak balok.
Kebutuhan jamur di Hongkong disuplai dari negara luar. Tahun 1983, Hongkong impor jamur shitake kering 2.458 ribu ton senilai $ 52 juta dengan harga rata-rata $ 21,2/kg. Hongkong impor jamur shitake dari Jepang 1.638 ribu ton senilai $ 48,6 juta dengan harga rata-rata $ 29,7/kg. Di samping itu, Hongkong juga impor jamur dari Cina dan Korea Selatan.
Jepang adalah negara pengekspor jamur shitake kering. Sedangkan Hongkong adalah pasar terbesar jamur shitake. Hongkong dipasok dari Jepang berkisar 60,1% dari total ekspor Jepang. Jepangjuga memasok jamur shitake ke Malaysia dan Singapura sebanyak 22,5% dan Amerika Serikat sebanyak 13%. Selain Jepang, Cina, dan Korea Selatan, negara-negara lain yang mulai mengembangkan penanaman jamur shitake adalah Taiwan, Singapura, Selandia Barn, dan Thailand. Percobaan dan penelitian tentang jamur shitake juga berkembang di Australia, Belgia, Canada, German, Pilipina, dan Amerika Serikat. Akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an, Indonesia juga mulai mengembangkan jamur, termasuk jamur shitake.
Pada tahun 1989, nilai ekspor jamur shitake Indonesia ke Jepang sebanyak 131 kg dengan nilai 230.000 yen. Jepang memang pengekspor jamur shitake, tetapi kebutohan dalam negeri cukup tinggi, yalaii sekitar 90.000 ton shitake. Sejak tahun 1983, produksi jamur shitake Jepang menurun karena bahan baloi kayu yang diperiukan berkurang dan hutan lindung harus tetap dilestarikan. Para petani Jepang membudidayakan jamur shitake masih menggunakan cara tradisional, yaitu menggunakan balok-balok kayu sehingga membutuhkan waktu cukup lama, yakni sekitar 1-2 tahun. Sebagian petani menggunakan teknologi modem, yaitu dengan media tanam polybag dari plastik ataupun secara hidroponik di green house. Cara budi daya modern ini bisa lebih pendek, tetapi memerlukan upah pekerja yang mahal. Dengan demikian, di satu pihak produksi terus merosot dan di lain pihak kebutuhan dalam negeri tetap besar.
Banyaknya pengusaha Jepang menanamkan modal di luar negeri dan munculnya restoran-restoran model Jepang di mana-mana menyebabkan kebutuhan jamur shitake makin meningkat. Akhimya, Jepang semula sebagai pengekspor jamur shitake sekarang menjadi pengimpor jamur shitake.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa budi daya jamur shitake di Indonesia masih punya peluang besar. Faktor lain yang mendukung prospek budi daya jamur shitake di Indonesia adalah sebagai berikut.
1.
Perkembangan industri pariwisata di Indonesia maldn meningkat sehingga
kebutuhan akan jamur shitake meningkat pula.
2. Kondisi ikiim Indonesia memungkinkan, serbuk gergaji kayu untuk media jamur shitake melimpah, dan cukup tersedia tenaga kerja.
3. Kesempatan pasar masih terbuka, tidak hanya ke Jepang, tetapi juga ke Hongkong, AS, Australia, dan Eropa.
2. Kondisi ikiim Indonesia memungkinkan, serbuk gergaji kayu untuk media jamur shitake melimpah, dan cukup tersedia tenaga kerja.
3. Kesempatan pasar masih terbuka, tidak hanya ke Jepang, tetapi juga ke Hongkong, AS, Australia, dan Eropa.
2. Manfaat jamur
shiitake
Bangsa cina percaya bahwa jamur shitake dapat
menghilangkan rasa lapar, menghangatkan tubuh saat cuaca dingin seta dapat
memperlancar sirkulasi darah didalam tubuh.
Shiitake dalam bahasa Tionghoa disebut xianggu (jamur
harum), sedangkan yang berkualitas tinggi dengan payung yang lebih tebal
disebut donggu (jamur musim dingin) atau huagu (jamur bunga), karena pada
bagian atas permukaan payung terdapat motif retakretak seperti bunga mekar. Di
Indonesia, kadang-kadang dinamakan jamur jengkol, karena bentuk dan aromanya
seperti jengkol, walaupun bagi sebagian orang rasa jamur ini seperti petai.
Tetapi manfaat jamur shitake belum begitu di ketahui banyak orang.
Jamur shitake merupakan tumbuhan yang kaya protein dan
sedikit berlemak serta mempunyai rasa yang manis. Perkiraan kandungan gizi
jamur dalam 100 gram berat kering, yaitu protein kasar 13,4-17,5 persen, lemak
kasar 4,9-8,9 persen, karbohidrat total 67,5-78,0 persen, dan kalori 387-392
persen. Bisa di lihat dari kandungan gizinya, manfaat jamur shitake untuk tubuh
begitu besar.
Manfaat jamur shitake antara lain menurunkan kadar
kolesterol darah dan menghambat pertumbuhan tumor hingga 72-92 persen.
Kandungan ergosterol dalam jamur shitake akan
di olah oleh tubuh menjadi vitamin D setelah kulit terkena sinar matahari,
sehingga jamur shitake dapat menjadi sumber vitamin D bagi
tubuh. Asam amino yang terkandung dalam jamur shitake
dapat membantu meningkatkan
sistem kekebalan tubuh, mengatasi gangguan pencernaan, hati dan
melancarkan peredaran darah. Dari
temuan para ahli kesehatan, di temukan kandungan letinan dalam jamur shitake yang dapat
berfungsi menjadi anti
kanker. Jamur
shitake juga dapat membantu mengobati tekanan darah tinggi, mengurangi
kadar kolesterol darah dan
juga dapat menyehatkan jantung.
Berikut table
dari kandungan gizi jamur shiitake
Tabel 1. Komposisi kandungan gizi Shiitake (per 100 gram)
Komposisi
|
Jamur Segar
|
Jamur Kering
|
Kadar
air
Protein
Lemak
Gula
Serat
Abu
Kalsium
Fosfor
Besi
Kalium
Natrium
Magnesium
Vitamin
B₁
Vitamin
B₂
Niasin
Asam
askorbat
Pro
vitamin D-2
Nilai
buangan
|
92,8
g
1,5
g
0,4
g
5,4
g
0,6
g
0,3
g
8
mg
39
mg
0,7
mg
<
0,1 mg
0,1
- 0,9 mg
<
0,1 mg
0,40
mg
0,40
mg
4,6
mg
3
mg
<
0,1 mg
10
%
|
15,8
g
12,5
g
1,6
g
60,0
g
5,5
g
4,6
g
16
mg
240
mg
3,9
mg
1,534
mg
13/1,079
mg
132.247
mg2
1,00
mg
1,000
mg
10,0
mg
9,4/60
mg
0,06
– 27 %
10
%
|
Tabel 2. Kandungan asam amino Shiitake.
Kandungan Asam Amino
|
Kandungan (mg/gr protein)
|
1. Asam amino esensial
- Isoleusin
- Leusin
- Lisin
- Metionim
- Sisitin
- Fenilalanin
- Tirosin
- Treonin
- Triptofan
- Valin
|
218
348
174
87
-
261
174
261
-
261
|
Total
|
1.748
|
2. Asam amino
nonesensial
- Arginin
- Histidin
- Alanin
- Aspartat
- Asam
glutamate
- Glisin
- Prolin
- Serin
|
348
87
305
392
1,349
218
218
261
|
Total
|
4.962
|
Tabel 3. Kandungan vitamin dan mineral Shiitake
Kandungan
|
Jamur shiitake
|
|
Kering
|
Basah
|
|
Tiamin
Riboflavin
Niasin
Vitamin
C
Kalsium
Fosfor
Besi
|
0,4
0,9
11,9
0
98
476
8,5
|
7,8
4,9
54,9
0
12
171
4,0
|
3. Budidaya jamur shiitake (L. Edodes)
Shiitake
yang disebut juga ‘Chinese Black Mushroom’ sudah dikenal sebagai jamur
konsumsi sejak
2000 tahun yang silam di dataran Asia (Cook, 1989). Produksi jamur
Shiitake secara
industri massal pertama kali dilakukan di Jepang pada tahun 1940an.
Namun budidaya
secara traditional sudah dimulai sejak 900 tahunan yang silam di Cina.
Shiitake adalah
jamur yang diproduksi paling besar kedua setelah jamur Champignon
dimana Jepang
adalah negara produsen terbesar di dunia (Chang dan Miles, 1989).
3.1
Karakteristik biologis
Shiitake diambil
dari kata Shii (pohon Shii) dan take (jamur) yakni tempat ditemukannya
jamur ini
pertama kali. Di Cina jamur ini disebut Shiang-Gu yang berarti jamur beraroma
(fragrant
mushroom). Jamur ini termasuk dalam kelas Basidiomycetes yaitu jamur yang
menghasilkan
spora pada basidium. Nama ilmiah yang kini dipakai di kalangan ilmuwan
taksonomi adalah
Lentinula edodes. Sebelumnya
jamur ini disebut juga Lentinus edodes
Cortinellus shiitake, Cortinellus edodes, Cortinellus berkeleyanus,
dan Armillaria edodes
(Leatham dan
Leonard, 1989).
Deskripsi jamur
Shiitake adalah sebagai berikut : berbentuk payung dengan batang
sentral (3 - 5
cm) yang kadang masih tampak sisa cadar parsial (partial veil); tudung (5 -
12 cm) agak
mendatar berwarna krem kecoklatan, yang kalau kering akan pecah-pecah
membentuk
sisik-sisik dengan bentuk dan ukuran bervariasi; insang berwarna putih
menempel pada
batang dan spora berwarna putih.
Penyebaran jamur
Shiitake secara alami adalah mulai dari dataran Cina, Jepang, Taiwan,
Malaysia,
Indonesia, sampai ke Papua Newgini (Chang dan Hayes, 1978). Jamur ini
tumbuh secara
alami pada pohon-pohon berdaun lebar yang sudah mati (kelas Fagaceae)
seperti Oak,
Shii, Beech, dan Chestnut (San Antonio, 1981). Dengan sistem kultivasi log
serbuk gergajian
kayu, jamur ini dapat tumbuh juga pada kayu Albasia, Jati, Mahoni,
Pasang,
Saninten, dan Kapur (Campbell, 1989).
3.2 Kebutuhan
nutrien
Substrat
pertumbuhan jamur ini sebagaimana halnya jamur kayu yang lain adalah bahan
yang mengandung
lignin dan selulosa yang umumnya terdapat pada tumbuhan yang
berkayu. Dalam
aspek pembudidayaan modern penyediaan sumber nutrien dalam substrat
tanam adalah
faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan jamur. Pada dasarnya
kebutuhan
nutriennya seperti halnya dengan jamur lain terdiri dari sumber karbon,
nitrogen,
vitamin dan mineral. Sumber karbon yang baik bagi Shiitake adalah senyawa
pektin,
hemiselulosa dan pati. Sedangkan sumber nitrogen yang baik adalah dalam
bentuk asam
amino, ammonia dan urea. Kadar nitrogen dalam substrat tanamnya
berkaitan dengan
kadar senyawa protein yang dihasilkan tubuh buah. Kadar nitrogen
mesti dalam
konsentrasi yang tepat karena kadar yang berlebih justru dapat meghambat
pertumbuhan
demikian juga sebaliknya. Meskipun demikian pada saat pembentukan
tubuh buah kadar
nitrogen yang minim (kekurangan) justru dapat memacu pembuahan
(Leatham dan
Leonard, 1989). Kebutuhan akan vitamin terutama halnya dengan thiamin
(B-1) biasanya
terpenuhi dengan penambahan biji-bijian atau dedak. Mineral umumnya
sudah terkandung
dari air dan bahan dasar substrat meskipun demikian penambahan
mineral seperti
kalium dan magnesium bisa dilakukan dengan pemberian senyawa kimia
seperti KNO3 dan
MgSO4.
3.3 Persyaratan
fisik
Sebagaimana
halnya jamur lain faktor kelembaban tinggi adalah syarat utama yang harus
terpenuhi dalam
budidaya jamur Shiitake. Kadar air substrat untuk pertumbuhan
vegetatip
tergantung dari jenis substrat yang dipakai. Untuk substrat kayu utuh, kadar
air
optimum adalah
45-60% sedangkan dengan substrat serbuk gergajian adalah 60-75%.
Meskipun
demikian faktor fisik lain seperti suhu, oksigen cahaya dan gaya tarik bumi
juga merupakan
faktor-faktor penting. Pertumbuhan vegetatif opotimum adalah pada
suhu 20-22oC.
Sedangkan pada saat pertumbuhan tubuh buah memerlukan suhu optimum
yang bervariasi
tergantung strainnya. Untuk strain dingin dapat menghasilkan tubuh buah
dengan baik pada
suhu 12-18oC dan strain tropis pada suhu 20-22oC.
Sebagaimana
halnya jamur lain, proses aerasi adalah hal yang juga vital. Shiitake seperti
halnya jamur
pada umumnya membutuhkan kadar oksigen lebih tinggi pada saat
pembentukan
tubuh buah dibandingkan dengan tahap pertumbuhan vegetatif miselium.
Itulah sebabnya
log-log plastik yang telah terjadi pertumbuhan miselium vegetatif harus
dibuka pada saat
yang tepat. Tentunya hal ini akan mempengaruhi penguapan air dari
dalam log yang
tidak kita inginkan. Untuk menanggulanginya dilakukan penyiraman
dengan air kran.
Faktor fisik
lain adalah cahaya. Kebanyakan jamur membutuhkan cahaya pada fase
pertumbuhan
generatif atau akhir fase vegetatif. Cahaya terutama berperan dalam proses
perangsangan
terbentuknya tubuh buah. Cahaya yang berperan dalam pembentukan
primordia ini
adalah cahaya biru sampai mendekati ultraviolet. Cahaya pada rentang
lamda (λ) ini
terdapat pada cahaya matahari. Cahaya buatan dengan lampu TL dengan
kekuatan 100-300
LUX juga sudah mencukupi. Sebagai patokan kasar, intensitas cahaya
yang dianggap
cukup apabila dalam ruangan kita dapat membaca koran dengan jarak satu
lengan antara
koran dan mata.
Faktor fisik
yang terakhir adalah gaya tarik bumi (gravity). Pertumbuhan miselium
vegetatif
umumnya lebih cepat di dalam log dengan posisi vertikal. Ini menandakan
adanya pengaruh
gaya gravitasi terhadap pertumbuhan miselium.
3.4 Cara
budidaya
Tahap-tahap
pekerjaan pada dasarnya sama dengan cara budidaya jamur Tiram yang
mencakup :
penyiapan substrat, pencampuran substrat, pengantongan (logging),
sterilisasi,
inokulasi bibit, inkubasi, pemeliharaan tubuh buah, dan panen. Yang berbeda
adalah perlakuan
faktor-faktor fisik pada saat pemeliharaan tubuh buah, serta formulasi
substrat tanam.
Oleh karena itu, sebaiknya memahami dulu cara budidaya jamur Tiram
sebelum mencoba
jamur Shiitake.
3.4.1 Penyiapan
substrat
Beberapa contoh
formulasi substrat tanam untuk jamur Shiitake adalah sbb:
Formula A
Formula B
• Serbuk
gergajian kayu = 5000 g * Serbuk gergajian kayu = 800 g
• Dedak = 150 g
* Dedak = 200 g
• Tepung maizena
= 100 g * Sukrosa = 30 g
• Gula merah =
60 g * KNO3 = 4 g
• Gypsum = 150 g
* CaCO3 = 6 g
• Amonium sulfat
= 2 g * Air = 2 Liter
• Kalsium super
fosfat = 3 g
• Kadar air =
65%
Formula C
• Serbuk
gergajian kayu = 45%
• Dedak = 10%
• Kulit kacang =
45%
• Air = 65%
3.4.2
Pencampuran substrat
Bahan-bahan
penyusun substrat harus diaduk sehomogen mungkin untuk menjamim
pertumbuhan
miselium yang merata ke seluruh bagian dari substrat. Pencampuran dengan
alat (mesin)
akan lebih menjamin kemerataan pencampuran dibandingkan dengan cara
manual. Namun
demikian cara manual dapat dilakukan dengan waktu pencampuran yang
lebih lama
tentunya. Yang penting dalam pencampuran adalah tidak ada bahan yang
menggumpal
terpusat pada suatu tempat. Bahan yang berupa butiran padatan berukuran
relatif besar seperti
gula atau kapur harus dihaluskan terlebih dahulu untuk memudahkan
pencampuran.
Cara yang baik untuk menjamin kemerataan penyebaran bahan yang
berupa butiran
padat tadi adalah dengan cara melarutkannya terlebih dahulu ke dalam air
yang akan
dipakai dalam campuran. Terutama bahan yang konsentrasinya rendah eperti
sukrosa dan
amonium sulfat sebaiknya dilarutkan dulu dalam air.
Untuk mengurangi
derajat kontaminasi oleh mikroba liar, proses fermentasi sering
dipraktekkan
setelah pencampuran ini. Proses ini juga seperti dapat membantu
menguraikan
beberapa senyawa kompleks menjadi lebih sederhana sehingga dapat
dimanfaatkan
oleh jamur yang kita tanam. Proses ini dilakukan selama 3-5 hari
tergantung
keadaan bahan baku substrat. Selama proses fermentasi (pengomposan) ini
harus dilakukan
pengadukan untuk memberikan kesempatan yang merata pada setiap
bagian dari
substrat. Pengadukan biasanya dilakukan tiap hari sekali terutama saat
dicapai suhu
yang tinggi di dalam gundukan pengomposan.
3.4.3
Pengantongan (logging)
Pengantongan
adalah proses selanjutnya yakni memasukkan substrat yang telah dicampur
merata ke dalam
kantong plastik polypropylene yang tahan panas. Kantong diisi dengan
substrat
secukupnya (tidak terlalu padat dan juga tidak terlalu longgar) sesuai dengan
ukuran log yang
diinginkan. Batasan kepadatan log dapat dilakukan dengan jalan
memukul-mukulkan
dengan sebuah botol yang diberi pemberat pasir. Memadatkan
dengan pukulan
botol berisi pasir (tanpa tenaga tambahan) akan menghaislkan kepadatan
yang sesuai.
Setelah kantong diisi dengan substrat secukupnya lalu diberi ring dan kapas
sebagai tempat
memasukkan bibit nantinya.
3.4.4
Sterilisasi
Log yang sudah
diberi ring dan tutup kapas ini kemudian disterilkan dengan alat autoklaf
atau
dipasteurisasi dengan cara mengukus. Cara pertama adalah dengan pemanasan
tinggi
(121oC selama
tidak kurang ari 1 jam) sedangkan cara kedua adalah pemanasan dengan
suhu tidak lebih
dari 100oC dalam waktu tidak kurang dari 5 jam tergantung banyaknya
log yang
dipasteurisasi. Kadang pasteurisasi dilakukan secara berulang yakni
memberikan
kesempatan bagi bentuk-bentuk resisten dari mikroba untuk berkecambah
menghasilkan
bentuk vegetatif dengan demikian dapat dimatikan dengan mudah pada
proses pemanasan
yang berikutnya. Tentu cara ini akan menghasbiskan biaya yang lebih
besar mengingat
energi bahan bakar atau listrik yang dihabiskan akan lebih banyak.
Namun demikian,
hasil yang didapat akan lebih baik karena proses berulang ini akan
lebih menjamin
terbunuhnya mikroba-mikroba kontaminan.
3.4.5 Inokulasi
bibit
Log-log steril
yang sudah dingin sekarang siap diberi (diinokulasikan) bibit secara
aseptis.
Penginokulasian dapat dilakukan dengan cara membuat lobang sebelumnya lalu
mengisi penuh
lobang tersebut dengan bibit atau dapat pula dengan cara menyebarkan
bibit hanya pada
permukaan saja. Untuk satu log substrat tanam cukup memerlukan bibit
sekitar 3-5
sendok the. Pada dasarnya, satu sendok the saja sebenarnya sudah cukup.
Namun, untuk
lebih meyakinkan pertumbuhan miselium yang lebih cepat maka jumlah
bibit yang lebih
dari itu akan lebih baik. Selama proses penginokulasian usahakan tidak
berbicara secara
berlebihan karena uap air yang keluar dar mulut dapat saja
mengkontaminasi
substrat yang hendak doberi bibit. Sesudah bibit diinokulasikan lalu
log ditutup
kembali dengan kapas lalu log-log yang sudah berisi bibit diimpan di dalam
ruang inkubasi.
3.4.6 Inkubasi
Inkubasi
maksudanya adalah proses pemeliharaan (penumbuhan) miselium dalam kondisi
pertumbuhan yang
terbaik bagi jamur. Inkubasi biasanya dilakukan pada ruang yang
khusus dimana
suhu ruang dapat dijaga konstan. Pada fase inkubasi miselium ini tidak
disarankan untuk
melakukan pengaturan kelembaban dalam ruang inkubasi. Kelembaban
sudah terjamin
dari kadar air substrat yang diberikan dalam proses pencampuran substrat
sebelumnya.
Kelembaban ruang inkubasi tidak banyak membantu kelembaban di dalam
kantong plastik.
Salah-salah, kelembaban ruang inkubai dapat menyebabkan spora liar
yang menempel
pada kapas penutup dapat berkecambah kemudian miselium jamur liar
ini dapat
merambah masuk ke dalam kantong. Oleh karena itu disarankan untuk tidak
membiarkan ruang
inkubasi terlalu lembab.
3.4.7
Pemeliharaan tubuh buah
Selanjutnya
setelah log ditumbuhi penuh dengan miselium maka log dapat dipindahkan
ke dalam ruang
pemeliharaan tubuh buah. Perkembangan log akan melewati tahap-tahap
sebagai berikut
:
Pembentukan lapisan miselium
permukaan yang tebal
Pembentukan benjolan
Pembentukan warna coklat
(pigmentasi)
Pengerasan lapisan luar
Pembentukan primordia
Log dipelihara
sampai terbentuk lapisan miselium yang mengeras pada permukaan log.
Setelah itu akan
muncul benjolan-benjolan dengan ukuran yang bervariasi yang tampak
menyembul ke
permukaan log. Pada saat ini tutup kapas mulai diperlonggar untuk
membantu
sirkulasi udara yang membantu pigmentasi. Kemudian akan diikuti dengan
pembentukan
warna kecoklatan yakni suatu tanda pigmentasi. Setelah terbentuk pigmen
tutup kapas
dibuka sepenuhnya. Lapisan miselium yang kecoklatan ini kemudian
mengeras seperti
kulit batang dalam waktu sekitar 30 hari. Respon ini biasanya berkaitan
dengan upaya
dari jamur untuk mengurangi penguapan air dari log. Kadar air di dalam
log akan tetap
tinggi tetapi di luar relatif kering. Kulit inilah yang berperan sebagai
pelindung
miselium di dalam log dari proses penguapan dan serangan jamur liar.
Pada saat ini,
proses pembuahan sudah mulai dipersiapkan dengan memberikan
rangsangan fisik
berupa suhu dingin dan kadar air yang berlimpah. Dapat dilakukan
dengan cara merendam
log jamur dalam air selama beberapa jam sampai semalaman
dengan suhu
sekitar 15°C. Setelah proses perangsangan selesai, log disimpan kembali
pada rak
pemeliharaan. Pemeliharaan selanjutnya sangat ditentukan dari pengaturan
kadar oksigen
dan kelembaban udara.
Pengaturan kadar
oksigen dapat dilakukan dengan membuka jendela ventilasi pada saat
kelembaban udara
di luar tinggi. Pengaturan kelembaban dapat dilakukan dengan cara
penyiraman
dengan air secara berkala terutama kalau kelembaban udara di luar rendah
(biasanya siang
hari). Kadar CO2 yang dibolehkan dalam ruang pemeliharaan adalah
berkisar dari
1200-1500 ppm (Wuest, 1989).
Kadar air log
selama proses pembentukan tubuh buah harus dipertahankan antara 55-
65%. Di atas dan
di bawah rentang ini akan mengganggu proses pembentukan primordia
(Donoghue &
Przybylowicz, 1989). Untuk menjaga kadar air ini dapat dilakukan dengan
menjaga
kelembaban udara di ruang pemeliharaan antara 80-90%. Setelah tubuh buah
mencapai ukuran
dewasa, kelembaban udara diatur berkisar antara 65-85%. Hal ini
dilakukan untuk
memperoleh tubuh buah dengan aroma dan tekstur yang lebih baik.
Kalau dalam
periode ini kelembaban udara terlalu tinggi akan menghasilkan tubuh buah
dengan tekstur
yang lembek relatif tidak dapat disimpan lama juga aroma yang kurang
baik. Dengan
penurunan kelembaban akan menghasilkan tubuh buah yang pecah-pecah
dengan tekstur
yang lebih keras dan dapat disimpan dalam waktu relatif lebih lama dan
aroma yang lebih
baik. Tekstur seperti ini biasanya lebih disukai oleh konsumen terutama
konsumen luar
negeri.
3.4.8 Pemanenan
Proses
pembentukan tubuh buah bisa terjadi dalam waktu 5-6 bulan setelah inokulasi.
Proses ini dapat
terjadi sebanyak 2-3 kali dengan periode istirahat berkisar sekitar 6
bulan.
Pemanenan
dilakukan setelah tudung membuka sekitar 60-70%. Pada fase ini kondisi
tudung sudah
menampakkan lemella pada bagian bawah tetapi pinggiran masih sedikit
menggulung.
Kalau lewat dari itu jamur biasanya sudah terlalu tua dan sudah dihasilkan
spora dan
kualitas jamur biasanya tidak baik (tekstur, waktu simpan dan aroma).
Sedangkan kalau
dipanen sebelum itu tidak akan menghasilkan hasil panen yang
maksimum
(produktivitas rendah) disamping kualitasnya juga tidak baik.
Disamping cara
budidaya dengan sistim log serbuk gergajian, juga dikenal cara budidaya
dengan sistim
log kayu utuh. Cara ini merupakan cara tradisional yang banyak dilakukan
di Jepang. Cara
ini memiliki kelebihan karena dihasilkan tubuh buah dengan aroma dan
tekstur yang
lebih khas. Namun kelemahannya adalah dari segi waktu yang lebih lama
(sampai 1,5
tahun) dan produktivitas yang relatif lebih rendah. Disamping itu luas area
yang dibutuhkan
juga lebih luas untuk menghamparkan log-log kayu yang sudah
diinokulasi di
lantai hutan sebagai area penginkubasian.
3.5 Pasca panen
Hasil panen
jamur Shiitake dapat dikeringkan dengan sinar matahari atau alat pengering
buatan sebelum
dipasarkan dalam bentuk kering. Jamur Shiitake yang kering dapat
bertahan lebih
lama dibandingkan dengan yang basah. Oleh karena itulah cara
pengeringan
paling banyak dilakukan. Untuk menghindari supaya jamur yang sudah
kering tidak
kembali menyerap uap air dari udara, maka pengemasan lebih baik
dilakukan dengan
sistim fakum. Jamur yang sudah dikeringkan teksturnya dapat kembali
seperti tekstur
awal setelah direndam dalam air hangat. Shiitake mengandung senyawa
aktif obat
bermanfaat bagi kesehatan sehingga sering juga dimanfaatkan sebagai bahan
pengobatan
tradisional. Untuk tujuan pasar lokal, jamur dalam bentuk segar juga sering
dipasarkan di
pasar-pasar swalayan yang dikemas langsung dalam kemasan plastik.